Sabtu, 24 Maret 2012

Wawasan Kebangsaan



Artikel ini saya sampaikan ketika diskusi tentang wawasan kebangsaan di cafe lidah ibu 23/03/12
wawasan kebangsaan adalah cara pandang seseorang atau kelompok terhadap bangsa sesuai nilai-nilai falsafah hidup yang terkandung di dalamnya, secara aplikasinya Wawasan kebangsaan merupakan salah satu wahana membangun rasa dan semangat cinta tanah air, dalam rangka mewujudkan partisipasi aktif rakyat untuk bela negara. Ada empat pilar wawasan kebangsaan yakni Pancasila, Undang-undang dasar, bineka tunggal ika, dan bendera merah putih.
komponen penting bela negara yaitu mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang kini mulai lemah, tergerus oleh nilai nilai asing yang datang dari luar, padahal Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur budaya nusantara, refleksi kontemplatif sosiohistoris, pilar penyangga bangsa, dan juga norma dasar yang harus di aplikasikan dalam setiap anak-anak bangsa, sehingga perlunya saat ini kita sebagai generasi muda bangsa untuk melakukan reintepretasi, reinternalisasi, reaktualisai, nilai nilai pancasila agar menjadi karakter sejati anak bangsa. Dalam kehidupan menghadapi tantangan blobal dan problematika yang semakin komplek.
Reinterpretasi terhadap lima dasar Negara Republik Indonesia, yang diilhami oleh spirit suci dan nilai-nilai kebenaran universal untuk membangun bangsa yang berkarakter, merdeka, berdaulat, adil dan makmur, sebagai berikut:
Sila Ke-Tuhanan Yang Maha Esa;
Maksudnya bahwa bangsa Nusantara harus taat kepada Tuhan Yang Esa, yakni Tuhan semesta alam, tanpa perlu mempersoalkan penyebutan namanya;
Aplikasi dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah negara membuat dan melaksanakan peraturan didasarkan kepada prinsip-prinsip kebenaran, yakni menggunakan pendekatan ilmiah dan alamiah.Karena hidup berdasarkan hal-hal yang ilmiah adalah fitrah manusia beriman.
Untuk itulah, semua produk hukum yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Kebenaran Universal.Jadi, azas pertama dalam Pancasila soal Ke-Tuhanan menyangkut hal kepatuhan kepada jalan kebenaran yang ilmiah, bukan sekedar urusan ritual.
Tidak ada gunanya kita mengakui asas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa jika hanya secara pribadi. Untuk membentuk negara yang damai sejahtera, seharusnya satu komunitas bangsa Indonesia ber-Tuhan hanya pada Tuhan Yang Satu, Tuhan semesta alam, bukan tuhan hasil reka syahwat manusia. Untuk itulah, GERAKAN FAJAR NUSANTARA mengajak bangsa Indonesia untuk ber-Tuhan hanya pada Tuhan Yang Maha Esa.Dari itu, dituntut kepatuhan setiap warga kepada peraturan Negara yang dibuat berdasarkan nilai-nilai dasar ajaran Tuhan Yang Maha Esa.Karena peraturan itu dibuat untuk mengatur orang banyak agar tercipta kehidupan yang harmonis, adil, damai dan sejahtera.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab;
Semua hukum bersumber kepada dua prinsip: “Kecintaan sepenuhnya kepada Tuhan semesta alam dan kecintaan yang tulus kepada sesama manusia sebagaimana kecintaan kepada diri sendiri”-. Ukuran adil adalah diri kita sendiri. “Lakukanlah apa saja yang kita senang jika orang lain melakukannya pada diri kita. Jangan lakukan pekerjaan yang kita benci jika orang lain melakukan hal itu pada diri kita”. Jika Anda tidak suka ditipu, maka janganlah menipu. Tetapi jika kita ditipu jangan balas menipu, tetapi jadilah manusia pemaaf yang cinta damai, pengasih dan penyayang sesuai dengan sifat Tuhan Yang Maha Rahman dan Maha Rahim; Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Dengan nilai kemanusiaan, Kita akan melihat bahwa manusia adalah makhluk yang harus dikasihi, tanpa melihat apa latar suku, bahasa, budaya dan agamanya. Sila kedua Pancasila ini menginginkan kita untuk tidak sektarian (picik, terkungkung pd satu aliran saja), agar Kita dapat menjadi manusia rahmat bagi seluruh alam.Bukankah Dia adalah Tuhan bagi semua manusia (bukan Tuhan orang-orang beriman semata).Adil artinya, dalam menegakkan keadilan, hukum tidak memandang latar agama dan golongan.Sedangkan beradab artinya mempunyai tatakrama dan sopan-santun, lawannya adalah biadab, perbuatan yang tidak mengenal tata krama, hukum positif, prikemanusiaan, dan hati nurani.
Sila Persatuan Indonesia;
Menghayati sila pertama dan kedua di atas adalah syarat bagi terwujudnya sila ketiga. Walaupun bangsa ini beraneka ragam etnis, bahasa, budaya, agama atau apapun juga, namun tidak berarti kita boleh berpecah-belah. Tidak boleh ada orang atau sekelompok orang yang ingin memecah-belah bangsa Indonesia hanya demi memenuhi nafsu politiknya yang sesaat. Sebab kemerdekaan bangsa Indonesia adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.Kemerdekaan Indonesia adalah “jembatan emas” dan Proklamasi kemerdekaan bukanlah akhir dari revolusi, tetapi awal dari pembangunan bangsa ini.Revolusi belumlah tuntas. Namun, hemat Kami, revolusi yang utama kita harus lakukan saat ini bukanlah revolusi politik yang membutuhkan cost sosial-ekonomi yang mahal, tetapi revolusi moral spiritual setiap anak bangsa sebagai basis persatuan dan kesatuan bangsa.
Perlu diingat, bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia hanyalah mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia. Dengan kata lain, sesungguhnya Kita belum memasuki pintu gerbang kemerdekaan tersebut, bahkan kita belum melewati jembatan emas tersebut, sehingga bangsa ini belum merasakan kehidupan bangsa yang betul-betul merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Untuk itu, Kami GERAKAN FAJAR NUSANTARA menyeru, sudah saatnya Kita bersatu padu dan bergotong royong memasuki Gapura kemerdekaan atau melewati –apa yang diistilahkan oleh Bung Karno dengan “jembatan emas”. Agar sesampainya di seberang sana, Kita mampu memulai membangun tatanan masyarakat bangsa Nusantara yang merdeka sepenuhnya, adil dan damai sejahtera; atau apa yang disebut sebagai Nusantara yang gemah ripah loh jinawi adil makmur tata titi tentrem kertaraharja dadi keblating dunyo (nusantara subur melimpah, adil, makmur, tertib, tentram, damai selamanya, serta menjadi kiblat dan contoh bagi negara-negara di seantero dunia).
Sila Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan;
Dalam sila keempat ini jelas disebutkan kerakyatan yang dipimpin.Artinya, rakyat ini ada pimpinannya, bukan menjadi Tuhan.Sedangkan dalam demokrasi ala Barat, suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox Populi Vox Dei).Dalam hal ini, rakyat tidak boleh melanggar prinsip hikmat kebijaksanaan, yakni prinsip dan nilai-nilai kebenaran dari Tuhan Yang Maha Esa.Rakyat tidak boleh berbuat semaunya, tetapi harus dipimpin oleh suatu hikmat kebijaksanaan dari Tuhan Yang Maha Esa.Rakyat diberi hak di dalam permusyawaratan perwakilan atau bermusyawarah dalam berbagai urusan, tetapi tetap dikendalikan oleh hikmat kebijaksanaan, yaitu prinsip dan nilai-nilai Kebenaran sejati.Musyawarah untuk mufakat adalah sistem sejati dari budaya Nusantara dalam mengambil satu keputusan, seperti dalam suksesi kepemimpinan. Sistem pemilihan pimpinan bangsa adalah sistem perwakilan, yakni dilakukan oleh para wakil rakyat dalam Dewan Permusyawaratan/Perwakilan, tidak dilakukan secara langsung oleh rakyat yang hanya menghamburkan dana trilyunan rupiah dan menjadi ajang manipulasi politik.
Tujuan dari keempat sila Pancasila sebelumnya adalah mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Adil berarti tidak boleh ada warga bangsa yang terzalimi hak-haknya seperti kasus Mesuji dan Bima. Walau orang yang kurang mampu atau miskin akan tetap ada, tetapi hak-hak dasarnya harus terjamin dan terpenuhi, yakni kebutuhan akan sandang, pangan dan papan. Dan hal ini berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa melihat suku, bahasa, adat istiadat, agama dan sebagainya.
Kami GERAKAN FAJAR NUSANTARA (GAFATAR) menyeru bahwa saat ini, kita perlu melakukan gerakan reinterpretasi, reaktualisasi, dan internalisasi nilai-nilai luhur Pancasila guna memperkuat kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam upaya penyelesaian berbagai permasalahan bangsa menuju Nusantara jaya, Indonesia Raya. Sekaligus sebagai momentum untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila sebagai Weltanschauung, yang tidak hanya menjadi fondasi, tetapi juga sebagai perekat sekaligus payung yang menaungi seluruh anak Nusantara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kami meyakini dengan menjadikan nilai-nilai kebenaran Universal dan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pandu bagi Ibu pertiwi, maka arah menuju hari esok Indonesia yang lebih baik dan lebih pasti, yakni Indonesia Raya akan terwujud.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar